Saya ingat sewaktu tulisan saya muncul di halaman opini Kompas, banyak kolega bertanya, “bagaimana tips menulis artikel agar dimuat di media seperti koran Kompas?”. Tidak sekali dua kali pertanyaan itu muncul.
Kala itu, saya hanya menjawab bahwa tidak ada tips dan kiat khusus. Mungkin saja isunya lagi aktual, juga karena faktor keberuntungan belaka. Tapi, perjuangan saya mengirim tulisan ke koran nasional tersebut tidaklah mudah. Untuk diketahui tulisan yang dimuat itu merupakan kiriman yang kesekian kali setelah puluhan tulisan lainnya ditolak. Hampir saja saya menyerah.
Setelah menunggu beberapa tahun dan sudah tidak terbilang tulisan yang ditolak, akhirnya pada 12 Januari 2012, tulisan saya berjudul Aceh Bukan “Lahan Kosong” dimuat di halaman opini Kompas. Saya senang bukan main.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saya akan berbagi kiat dan tips (siapa tahun berguna) bagi penulis pemula (ingat, penulis pemula). Soalnya, penulis senior tentu tidak butuh lagi kiat seperti di bawah ini. Tulisan ini pun tidak dimaksudkan sebagai ajang menggurui, melainkan murni berbagi pengalaman.
Tips Menulis Artikel untuk Koran Nasional
Tips menulis artikel di bawah ini tentu saja tidaklah benar seratus persen. Soalnya, masing-masing orang memiliki cara dan trik berbeda ketika menembus media nasional. Tips di bawah ini murni berdasarkan pengalaman saya sendiri serta hasil diskusi dengan beberapa tulisan yang tulisannya sudah dimuat di koran nasional.
Baca juga: Daftar Situs yang Bayar Mahal Penulis
Pertama, perhatikan headline atau laporan/berita utama koran yang hendak dikirimi tulisan. Sebuah isu yang menjadi headline atau laporan utama biasanya sedang hangat, sangat penting dan sering merupakan masalah serius. Isu tersebut diletakkan sebagai headline agar menyita perhatian lebih dari pembaca. Tak sembarang laporan atau berita jadi headline, karena biasanya harus melalui debat alot di meja rapat redaksi serta news value-nya tinggi. Nah, tulisan atau artikel yang ditulis yang berkaitan dengan headline atau laporan utama koran tersebut punya peluang besar untuk diperhatikan redaktur opini.
Kedua, perhatikan Tajuk Rencana atau Editorial media. Dari rubrik Tajuk Rencana atau Editorial ini kita bisa tahu bahwa masalah tersebut penting dan serius, serta bagaimana sikap media bersangkutan terkait isu tersebut. Isu yang diangkat sebagai editorial biasanya masalah penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, dan oleh redaksi coba dikomunikasikan dengan pembaca agar pembaca atau pemirsa ikut memikirkan masalah yang sedang dibahas tersebut. Jika belum ada opini/artikel yang khusus menyoroti tentang isu yang ditulis di Tajuk Rencana, maka siap-siaplah menulis tentang isu tersebut. Biasanya, artikel begini akan mendapat perhatian dan berpeluang dimuat.
Ketiga, perhatikan masalah teknis dan style (gaya) media. Kadang-kadang kita tidak begitu peduli masalah kecil dan hal-hal teknis seperti gaya bahasa media, format penulisan, berapa jumlah kata untuk sebuah artikel. Sebagai penulis, kita mutlak harus mematuhi ketentuan umum yang ditetapkan sebuah media. Jika disyaratkan satu tulisan tidak melebihi 700 kata, ya jangan dipaksa menulis lebih panjang. Usahakan mengikuti syarat tersebut. Karena rubrik opini di koran itu bukan seperti halaman blog milik kita yang bisa dengan seenaknya kita tulis.
Keempat, sertakan identitas diri. Kita adalah penulis, bukan hantu yang sedang menyamar. Jika baru pertama kali mengirim tulisan, jangan lupa sertakan identitas diri lengkap, melampirkan foto-copy/scan KTP, nomor Hp yang mudah dihubungi, alamat email, foto diri terbaru (close-up) plus nomor rekening bank. Ketentuan ini saya pikir berlaku untuk semua jenis media, cetak maupun online.
Melampirkan nomor rekening juga penting untuk proses pengiriman honor. Website satir seperti Mojok.co bahkan meminta penulis yang enggan melampirkan nomor rekening agar tidak usah mengirim tulisan. Melampirkan rekening bank menunjukkan bahwa kita sebagai penulis yakin tulisan kita akan dimuat, dan kita akan mendapatkan honor karenanya.
Kelima, kirim 2-3 artikel saja dalam sebulan untuk satu media. Usahakan pengirimannya ada durasi jarak yang cukup. Pengiriman dalam waktu berdekatan akan mengundang antipati dan kebosanan dari pihak redaktur. “Jangan-jangan tulisan kita tidak terbaca,” kata seorang teman saya yang bekerja sebagai redaktur sebuah harian di Jakarta. Dengan mengirim 2-3 artikel menunjukkan bahwa kita cukup produktif, tetapi yang lebih penting sebenarnya bagaimana kita mampu menunjukkan bahwa kita tak asal-asalan dalam menulis. Tulisan yang disiapkan secara matang pasti memiliki kedalaman, dan akan disukai oleh redaktur, dibandingkan tulisan yang digarap serampangan.
Keenam, jangan mengirim tulisan yang sama kepada dua atau banyak media sekaligus. Sebagai penulis kita mutlak harus menjaga etika pengiriman tulisan. Bayangkan jika tulisan yang sama dimuat di dua media dalam waktu bersamaan. Ini seperti tamparan terhadap media yang memuatnya plus terhadap para redakturnya. Jika kita melakukannya, maka siap-siaplah nama kita kena backlist.
Ketujuh, tunjukkan bahwa Anda menguasai masalah yang ditulis. Anda boleh pandai dan menguasai banyak bidang pengetahuan. Tetapi, jangan lupa, Anda harus punya spesialisasi tertentu dan fokus pada basis ilmu yang Anda tekuni. Banyak media lebih memprioritaskan penulis yang mampu menunjukkan spesialisasi mereka dalam tema tertentu. Seorang penulis spesialis, pasti tidak asal menggarap tulisan, dan apa yang dibahasnya pasti sangat mendalam.
Kedelapan, ingatlah bahwa menulis dan mengirim tulisan ke media itu seperti kita memancing. Sebagus apa pun umpan yang kita gunakan kadang tidak akan menarik perhatian kawanan ikan-ikan untuk mendekat. Yang kita butuhkan adalah melempar banyak joran agar peluang menangkap ikan menjadi lebih besar. Intinya, tulis beberapa artikel untuk dikirimkan ke beberapa media berbeda. Menanti tulisan dimuat di koran itu menyenangkan, loh!
Kesembilan, jaga hubungan baik dengan para redaktur (dan juga siapa pun). Kedekatan personal dengan redaktur opini sebuah media memang tidak menjamin tulisan kita dimuat, tetapi setidaknya dia akan memberi ide dan kiat-kiat tentang tulisan seperti apa yang menjadi prioritas media tempatnya bekerja. Tunjukkan bahwa kita punya dedikasi tinggi serta mumpuni di bidang yang kita dalami. Syukur-syukur jika suatu waktu dia meminta kita khusus menulis masalah yang kita kuasai.
Kesepuluh, berdoa dan bersyukurlah. Selalu berdoa semoga kita dilimpahkan pengetahuan yang memberikan manfaat untuk orang lain. Salah satu bentuk syukur adalah saat tulisan kita dimuat di koran, jangan lupa untuk mentraktir makan teman-teman sehingga mereka terus berdoa agar tulisan kita kembali dimuat.
Baca juga: 10 Pekerjaan Online yang Menghasilkan Ribuan Dollar Tiap Bulan
Kesimpulan
Menulis artikel untuk media itu jelas menyenangkan. Selain dapat menjadi jembatan merintis karir, menulis bisa menjadi terapi jiwa. Banyak orang yang menekuni dunia tulis-menulis sukses menjadi pribadi yang menyenangkan. Mereka adalah orang-orang yang lapar akan pengetahuan baru.
Kiat menulis yang berasal dari pengalaman sendiri ini tidak bermaksud untuk menggurui siapa pun, melainkan menjadi inspirasi untuk kita bersama. Terima kasih.[]
poin yang kesepuluh sangat menggoda
kemudia kalo cara kita tahu bahwa artikel kita sudah di publish dr mana kak? apakah dari email?